Breaking News
Loading...
Sunday, August 10, 2014

Memahami Prinsip Itikad Baik dalam Asuransi

Sebagaimana yang saya ketahui, setiap polis asuransi mempunyai syarat, ketentuan, batasan-batasan yang mana dipahami dan diketahui kedua belah pihak.

- Resiko akibat apa saja yang dijamin, dan resiko akibat apa saja yang tidak dijamin
- Jika dijamin berapa maximum jaminannya
- Jika dijamin diperlukan berapa lama sejak polis diberlaku resiko tersebut menjamin (masa tunggu).

Biasanya sebelum asuransi dilakukan/berlaku, pasti akan dilakukan survey lokasi resiko untuk asuransi property (misalnya apakah rumahnya dekat sungai/tebing untuk resiko banjir/longsor) dan medical check-up untuk asuransi kecelakaan/kesehatan. Juga akan ditanyakan aktifitas, pekerjaan dan lain-lain sehubungan dengan profile resiko yg akan diasuransikan.

Survey awal untuk menentukan batasan-batasan dalam perlindungan asuransi.
Sebagai contoh, seseorang yang bekerja sebagai karyawan yg bekerja di dalam kantor tentu akan berbeda ketentuan, jaminan atau besarnya premi untuk karyawan yang bekerja sebagai marketing/salesman.

Seorang Pria dan Wanita juga akan dapat membedakan lingkup jaminan dan besarnya premi (Wanita melahirkan dan Pria tidak)
Seorang yg merokok dan tidak merokok juga dapat membedakan lingkup jaminan dan besarnya premi.

Dalam kondisi ini dalam prinsip "Itikad Baik" diperlukan bagi kedua pihak.

Prinsip Utmost Good Faith (Prinsip Ikitad Sangat Baik)
Yang dimaksudkan adalah bahwa Anda berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan.

Karena berdasarkan informasi ini akan digunakan untuk memberlakukan syarat/ketentuan atau klausul dalam kontrak polis
Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku:
  • Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
  • Pada saat perpanjangan kontrak asuransi.
  • Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu. (Contoh : Rumah Tinggal menjadi warung/toko/restaurant).
  • Tidak menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang dibutuhkan masing-masing pihak.
  • Bila perjanjian asuransi diibaratkan suatu Bangunan, maka prinsip Utmost Good Faith adalah fondasinya, artinya kalau fondasi tersebut tidak dikonstruksi dengan baik, dikhawatirkan Bangunan perjanjian asuransi itu akan ambruk atau gagal mencapai tujuannya.
Dalam beberapa kasus asuransi, masalah prinsip Utmost Good Faith sering menjadi pokok permasalahan.
Prinsip Utmost Good Faith atau Prinsip Itikad Sangat Baik mengandung pengertian kedua belah pihak. yaitu Tertanggung dan Penanggung. secara timbal balik harus mendasari kesepakatan/perjanjian asuransi dengan itikad sangat baik.

Artinya : Tidak menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang dibutuhkan masing-masing pihak.

Lebih dari pada itu, kata-kata “Sangat” yang tercantum dalam prinsip Utmost Good Faith, cenderung ditujukan kepada Tertanggung, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

Tertanggung yang akan mengalihkan risiko kepada Perusahaan Asuransi atau Penanggung, mengetahui segala sesuatunya tentang Obyek yang akan diasuransikan, sedangkan Penanggung tidak mengetahui apapun.

Memang Penanggung bisa melakukan survey atas risiko tersebut letapi pada saat surveypun masih ada beberapa informasi data yang sangat penting (sangat material) diketahui Penanggung, misalnya:

Pernahkan obyek pertanggungan tersebut mengalami peristiwa kerugian? Kapan dan berapa jumlah kerugiannya, apakah polis Asuransi lain yang sudah atau pernah menutup pertanggungan asuransi atas obyek yang bersangkutan?

Contoh : Saat ditanya hobby, dijawab hoby nya jalan-jalan/traveling "normal/wajar", namun tidak disampaikan bahwa jalan-jalannya adalah jalan-jalan naik gunung/mendaki gunung, lintas alam, watersport dan lain-lain. Jika hal ini disampaikan secara detail jelas/transparan pihak asuransi akan mengambil keputusan untuk menjamin resiko akibat hobby mendaki gunung tersebut atau tidak, jikapun asuransi mau mungkin premi akan lebih besar dibandingkan dengan jalan-jalan biasa.

Contoh : Saat asuransi mobil, saat ditanya mobilnya digunakan untuk apa ? dijawab untuk pribadi dan rutinitas keluarga, berdasarkan informasi tersebut dalam polis asuransi mobil akan ditulis penggunaan mobil adalah : Pribadi/Dinas

Namun saat terjadi klaim ditemukan bahwa mobil sedang disewakan/rental, balapan, ketangkasan, latihan mengemudi yang berakibat meningkatkan resiko kecelakaan, dalam kondisi ini penggunaan mobil sudah menyimpang dari kontrak asuransi (Pribadi/Dinas) sehingga asuransi akan menolak klaimnnya. Hal seperti ini harus dipahami oleh tertanggung.

Contoh : Saat asuransi rumah, ketika di survey memang bangunan tersebut di gunakan sebagai Rumah Tinggal.
Sehingga asuransi menerbitkan polis asuransi kebakaran dengan penggunaan bangunan = rumah tinggal.

Namun pada saat terjadi klaim/ rumah tersebut sudah berubah menjadi warung, toko, restaurant (bukan hanya rumah tinggal) sehingga meningkatkan resiko kebakaran, dengan kondisi demikian asuransi akan menolak klaimnya.

Perbandingan antara Premi Asuransi dengan harga Pertanggungan atau beban risiko yang akan ditanggung Perusahaan Asuransi, sangat jauh.

Dalam keadaan yang demikian. posisi antara Tertanggung dan Penanggung menjadi tidak seimbang. Tertanggung mengetahui segalanya tentang obyek pertanggungan akan mengalihkan risiko yang dihadapi kepada Penanggung yang tidak tahu banyak mengenai obyek yang bersangkutan harus menampung beban risiko yang jauh lebih berat dibandingkan dengan Premi Asuransinya.

Pada prinsipnya kedua belah pihak harus beritikad baik.
Asuransi tidak akan menolak klaim jika penyebab resiko tersebut tidak melanggar hukum, dan hal ini sepertinya sudah tertulis di setiap kontrak polis asuransi.
  • Contoh : Mobil digunakan untuk kejahatan/pencurian kemudian mobil mengalami kecelakaan saat melarikan diri, pasti asuransi akan menolak klaim tersebut, karena penyebab kecelakaan (perbaikan mobil & biaya pengobatan) disebabkan oleh melanggar hukum.
  • Contoh : Mengemudi mobil tanpa memiliki SIM, kemudian kecelakaan, pasti asuransi akan menolak klaim karena seseorang yang tidak memiliki SIM berarti "tidak layak" mengemudikan kendaraan dan jika hal itu tetap dilakukan, juga melanggar peraturan lalulintas, walaupun secara "nyata" orang itu "mahir" mengemudikan kendaraan, tetap hal tersebut tetap melanggar hukum. Sehingga dapat disimpulkan akibat kecelakan tersebut adalah melanggar hukum (mengemudi tanpa memiliki SIM = tidak memiliki SIM = Tidak Layak Mengemudi = Melanggar Hukum), hal ini berlaku disemua asuransi (asuransi mobil,jiwa & kesehatan).

Jika saya mempunya hoby, balap mobil, naik gunung, arung jeram, watersport, tinju, balap sepeda dan olah raga resiko tinggi lainnya apakah bisa di asuransi ??.

Banyak perusahaan asuransi yang secara tegas menolak / tidak mau menjamin dan ada beberapa asuransi bisa menjamin "kegiatan resiko tinggi" tersebut tentunya premi asuransi akan tinggi juga.

Apa yang harus dilakukan ketika menurut Tertanggung resiko tersebut dijamin dan menurut Asuransi tidak dijamin ?
Pemegang polis yang klaim asuransinya ditolak bisa mengadukan penyelesaian pertanggungjawaban ke Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). Setiap orang berhak terus memperjuangkan haknya, dalam hal ini meski klaim asuransi ditolak oleh perusahaan asuransi.

Jika mediasi berhasil, akan disusun perjanjian baru. Jika tidak, penyelesaian sengketa akan ditingkatkan ke ranah yudikasi. Dalam putusan yudikasi, baik pemegang polis maupun perusahaan asuransi harus menghargai keputusan.

Demikian tulisan saya semoga bermanfaat dan menambah informasi, dan mohon koreksi jika ada kesalahan / persepsi tanpa menyudutkan pihak tertentu.

0 comments :

Post a Comment

Back To Top